Lalu lalang kendaraan melintasi jalan hotmix mengalahkan suara kicauan burung-burung dibalik pohon. Kegaduhan itu ditimpali dengan diskusi jalanan pekerja tambang inkonvensional diatas motor, siap membongkar humus yang menutupi mineral timah. Bukan bermaksud melawan arus, segerombolan orang-orang ini  berjalan kaki sebagian bahkan tanpa alas, melintasi jalan lain tak ber-hotmix diantara belukar menuju kebun. Jika diawal krisis moneter 1997, sebagain masyarakat kota menjadi miskin, penduduk desa Membalong meraup untung dari hasil perkebunan. Keuntungan ini tidak diraih dengan cepat seperti George Soros mengalihkan nilai tukar uang. Para petani sekian lama bercengkrama dengan tanah, mendewasakan anak bersama dengan cengkraman akar batang lada di tiang-tiang penopang sebelum akhirnya berhasil. Keberhasilan petani ternyata tidak hanya dinikmati keluarga tetapi penyuluh pertanian yang selama ini menjadi tempat bertanya.

Keberhasilan petani menjadi indikator keberhasilan penyuluh pertanian, senang rasanya melihat petani dengan pendidikan seadanya itu bisa mengakses teknologi pertanian. Dari sekian banyak petani. Warta Praja mengamati wanita berjilbab yang membalik-balik tangan dengan cangkulnya.

Bagaimana Bu kabarnya?….Saya panggil Ibu atau Mbak …?, yang disapa pun sambil tersenyum mengucap lafadz Alhamdulillah baik. Mau panggil apa saja boleh kok.., mau mbak atau ibu sama saja. Tidak tampak kesan kaku, gaya pergaulannya seperti kebanyakan petani. Tapi perempuan ini justru bukan petani. Karena pekerjaan, perempuan ini bersikap layaknya petani yang tak jauh dari urusan humus, selalu berupaya agar lahan tetap subur. Tak segan mencangkul meski bukan lahan garapanya. Itu karena untuk memberikan contoh saja. di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Tanjung Rusa di sela-sela acara orientasi Penyuluh Pertanian THL – TB. Peraih predikat Penyuluh Pertanian Teladan Tingkat Nasional Tahun 2007 ini sungguh bersahaja namun bicaranya antusias kalau sudah mendiskusikan kondisi pertanian Belitung.

Sri Suyatmi, meraih gelar Ahli Madya bidang penyuluh Pertanian menghabiskan waktunya di lahan pertanian justru ketika para warga Membalong lainnya tertarik membalik tanah dalam volume dan luasan yang cukup besar untuk mendapatkan bahan galian timah. Perhatian Warta Praja terhadap sosok perempuan penyuluh ini diawali dari perbincangan

Boleh ngobrol Mbak, yang ditanya malah bingung,….tentang apa ya …?, Saya ini ndak ada apa-apanya lho …. “. Sri menjawab datar. Padahal hampir sebagian besar petani Membalong mengenal perempuan ini karena keramahan dan kemampuannya menjelaskan hal ihwal pertanian.

Terpilihnya Sri Suyatmi,Amd.PP menjadi Penyuluh Teladan berawal  dari permintaan Kepala UPTD BIPP, Annyta,S.P agar Sri panggilan akrabnya ibu muda ini mengisi  biodata dan nomor rekening Bank di bulan November 2007 yang lalu. “ Yang saya tahu waktu itu ada 3 orang  petani yang dipanggil untuk urusan yang sama ” ujarnya berkisah. Tak terpikirnya ada kejadian apa setelah tu. “ Di awal bulan Februari 2008 seperti biasa saya ke Tanjungpandan, bermaksud menabung, menyisihkan  pendapatan untuk “berjaga-jaga”. Ternyata kolom saldo buku tabungan saya di Bank bertambah, jumlahnya lumayan,  saya pun kaget.  Ternyata 3 orang petani yang bertemu di bulan Januari yang lalu ini juga mendapatkan rezeki yang sama. Mereka adalah Pak Murtama dari dusun Air Nangka, Desa Simpang Rusa, Pak Edi Supriyadi, petani Dusun Air Kundur, Desa Membalong, dan Pak Musdiyanto, petani dusun Karang Asem, Desa Perpat.

Keluarga Petani
Sri hijrah ke Belitung, dua orang yang dikenalnya hanyalah Pak Temu dan Pak Muharjo, Dua orang ini datang ke Belitung sebagai transmigran spontan dari Palembang.  Terakhir Pak Temu malah kembali ke Jawa meninggalkan kampung Transmigrasi Prepat, Kecamatan Membalong yang didulu ikut dirintisnya. Kanwil Departemen Pertanian di Palembang di tahun 1985 mencari tenaga honor bidang penyuluh. Masa-masa itu saya hidup menumpang mengandalkan gaji honor sebesar 12.000 sebulan itu pun di rapel sampai tiga bulan.  Di Belitung saya sempat menumpang di rumah Pak Jelidin (adik Mantan Kades Prepat, Abdul Rahman). Kebetulan saya memiliki pendidikan penyuluh. Setelah lulus test tenaga honor di  Palembang kembali saya ditugaskan ke Membalong. Selama tiga bulan saya mengikuti Orientasi Kegiatan Penyulush di Balai Penyuluhan Pertanian di Perawas tahun 1985.

Bagi perempuan lajang merantau ditempat orang seperti pengalaman seorang petualang. Berkah menunaikan tugas mempertemukan saya ke warga Transmigran tempat saya mengabdikan ilmu. Tahun 1986 jodoh mempertemukan saya dengan mantan pacar saya sekarang ( Itu lho bapaknya anak-anak, ucapkan Sri melalui telpon celular). Pacaran dulu, ya gitu, pertemuan kami di lahan pertanian.

Dari tukar menukar ilmu, tukar menukar pengalaman sampai akhirnya tukar menukar perhatian, begitulah perjodohan itu mengalir. Pada awalnya masyarakat Membalong khususnya dan Belitung pada umumnya pun enggan bertanam palawija. Transmigran jawa hanya menonton masyarakat bertanam lada. Dari mata turun kehati, petani pun bertukar pengalaman. Karena keterbukaan masyarakat lokal hubungan antara pendatang tidak pernah menimbulkan masalah. Pada saat pemerintah merencanakan menerima warga transmigran tak kurang dukun kampung menangantisipasi agar sejumlah pantangan yang biasa berlaku di Membalong tidak sampai menganggu hubungan silaturahmi masyarakat seperti yang diungkapkan Dukun Kampong Pangkallang.

Sri yang dilahirkan di Sleman, 15 Oktober 1965 dan sang suami Muhammad Idris yang berasal dari Magelang memang tidak mengetahui seluk beluk Pulau Timah ketika datang pertama kali, tetapi ketiga anaknya sejak kecil bergaul dengan masyarakat Belitung bukan karena timah tetapi karena tanah dan profesi orangtuanya yang akrab dengan tanah dan tani. Siti Rodiah (20 tahun) anak pertama mereka mengikuti jejak orang tua menimba ilmu Fakultas Pertanian Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta (kini  menjadi Universitas Mercu Buana Yogyakarta), anak kedua siswa, Umi Toyibah (18 tahun) saat ini bersekolah di SMAN Membalong dan yang terakhir Ihsan Tohiran (6 tahun) baru saja memasuki SDN Membalong. Kenangan Sri di tahun 1985 masih tersimpan baik dalam ingatannya. Saat itu penyuluh sulit mencari dan mengajak masyarakat untuk bertani. “ Saat ini bantuan pemerintah diperlukan untuk memotivasi masyarakat ” kenang Sri.

Kalau dulu mencari sekarang membina. Permasalahan pertanian yang paling menonjol adalah masalah pasar, dulu masalah modal. Kalau masalah lahan tidak begitu sulit di Membalong ini”, kata Sri  yang saat ini telah membina 10 kelompok Tani di Desa Prepat.

Pada awalnya tanaman cabek, katuk (Belitong :cangkok manis) dan sayuran hanya menjadi tanaman selingan diantara kebun lada masyarakat. Namun kini tanaman pertanian sudah mulai dikembangkan, karet dan palawija sudah mulai ditanam masyarakat lokal. Meski demikian masih ada lahan tidur yang belum bisa digarap.

Sri memahami kendala di lapangan. Bantuan alat/mesin pertanian memang sering diberikan, tetapi jika operator alat–alat pertanian masih terbatas, tidak beberapa lama mesin pun rusak. Ini kendala kita menerapkan teknologi pertanian di lapangan. Kami berharap bantuan ini dapat diikuti dengan bimbingan teknis, jadi tidak hanya sekedar menyerahkan fisik alatnya saja. Apalah arti barang kalau kita tidak bisa dimanfaatkan, malah bisa menjadi pemborosan

Mengolah Lahan PodsolikSebagian besar lahan pertanian di Belitung berjenis podsolik merah kuning.” Memang tidak tidak semua lahan di Belitung cocok untuk lahan Pertanian. Oleh karena itu saya berharap masyarakat dapat mensiasati lahan Belitung dengan berbagai kreativitas “ kata Ir.Darmansyah Husein yang berjodoh dengan insinyur pertanian yang saat ini setia mendampingi beliau mengabdi sebagai Bupati Belitung.

Pemerintah Kabupaten memetakan dan membagi potensi wilayah kedalam beberapa kawasan. Kawasan Pelabuhan dan Industri berada di Kecamatan Badau, Sijuk diprioritaskan bagi pengembangan wisata, Kecamatan Tanjung Pandan diharapkan dapat menjadi pusat kegiatan jasa dan perdagangan. Kecamatan Selat Nasik sebagai kawasan pengembangan perikanan dan kelautan begitu juga Membalong diharapkan dapat meningkatkan potensi lahan pertaniannya dengan ditetapkan sebagai Kawasan Agropolitan.

Pengalaman sebagai penyuluh, membuat Sri paham bagaimana mensiati keadaan. Nurani dan naluri Sri yang terpatri di bumi Belitong tidak hanya menyuarakan pesan petani. Sebagai penyuluh Sri mengharapkan perkembangan teknologi  pertanian dapat dimanfaatkan rekan-rekan petani yang dibimbingnya. Petani ini itu tidak hanya mengurusi persoalan lahan, tetapi juga modal usaha, pendapatan keluarga. Bahkan sejak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung membuka Posko Agribisnis di Prepat, Sri juga berkecimpung didunia peternakan karena peternakan dan pertanian merupakan bidang usaha yang berperan penting dalam pengembangan agribisnis. Kotoran ternak yang dihasilkan meningkatkan nilai tambah peternak dan meningkatkan pendapatan petani selain lahan petani juga semakin subur.

Dampak Alat Mesin Pertanian (Alsintan) dapat dilihat dari perbandingan produksi antara pola tradisional dan dengan penggunaan teknologi . Produksi padi varietas Ciherang tahun 2006 sebelum disentuh teknologi  menghasilkan kurang lebih 4,0 ton/hektar dengan tata tanam tidak beraturan  dan sistem tegel (seperti  Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dari program Prima Tani, bahkan dapat menghasilkan 5,76 per hektarnya. Itupun masih dibawah potensi  rata-rata dan dapat ditingkatkan 8,5 ton tiap hektar.

Alsintan berupa huller (penggiling padi) rusak, 2 hand tracktor rusak, untungnya trasher atau mesin perontok padi saat ini masih beroperasi. Sebaliknya 1 unit dryer atau mesin pengering padi belum dioperasikan secara optimal karena terkendala dengan ketersediaan operator yang bisa menggunakannya.

Tuhan menciptakan bumi dan segala isinya tidak lain untuk kesejahteraan manusia itu sendiri, tinggal manusia berusaha. Tidaklah Tuhan merubah nasib suatu kaum jika kaum itu sendiri tidak berusaha merubahnya. Apa yang dilakukan pemerintah tidak akan optimal tanpa usaha masyakat dan berbagai pihak, tentunya bantuan itu penting, hanya saja bagaimana kita memanfaatkan bantuan. Ada yang yang berbentuk bantuan “pancing” namun ada juga yang berbentuk “ikan”. (Fithrorozi/Yasa)